hello hello hello =)

Selamat datang di blog pribadi saya- nikmati apa yang ada, dan tunjukkan pada dunia, kamu dan saya bisa tersenyum untuk hidup ini =)

Tayangan halaman minggu lalu

Yakinkah bahwa blog ini asli dibuat oleh seorang pelajar amatir?

Pengikut

Rabu, 16 Maret 2011

cerpen- PERSEUS FREDDIEEE"

PERSEUS FREDDIEE!!
Oleh: Marieta Puspa Regina IXA/19

Namaku Giandra Parker. Gi. Tapi aku lebih tenar dengan sebutan Geek(culun). Awalnya aku enggak peduli. Tapi aku juga cuman cewek 15 tahun biasa, risih juga dipanggil begitu. Apalagi ketika mereka mem’publikasikan’ nama itu di depan Fred, yang tidak berbasa-basi lagi langsung dengan sukarela menggunakan nama itu. Fred, Perseus Freddie Mickelson, kakak kelasku dan sekaligus cinta pertamaku :O. Aku kalang kabut, karena merasa begitu direndahkan oleh sebutan itu.
Mungkin memang dari fisikku, ’culun’ sangat tepat untuk menggambarkannya. Tubuh tinggi tidak berisi, behel yang kata orang sedang trend itu memenuhi mulutku. Entah kenapa, remaja cewek zaman sekarang sibuk menyusahkan dirinya sendiri. Lalu tidak ketinggalan kacamata phrame putih dengan tebal 0,5 cm ’nangkring’ di atas hidungku yang tidak begitu mancung. Dandananku itu-itu aja, karena memang aku tidak suka merepotkan diri sendiri. Sepatuku cuma 1, tapi itu kets favoritku. Kalau ada penilaian ’up to date’ nya seorang cewek dari nilai 1-9, mungkin mereka hanya menilaiku 1,5.
Sebetapa tidak normalnya aku, tapi aku masih ‘normal’ dengan menyukai Fred, yang notabene sama-sama tidak normalnya denganku. Fred yang sebenarnya cukup tampan itu gemar menggunakan riasan ‘black and white’ dan stylenya retro abis. Mulai dari koleksi jam dan kacamatanya yang katanya warisan kakek buyutnya, sampai vespa butut keluaran 1950-an yang selalu dia elu-elukan sebagai ‘Harley Davidson’nya. Dia juga gemar mengganti-ganti nama barangnya dengan nama perempuan. Contohnya, vespanya yang diberi nama Shanon. Gaya rambutnya pun, full of baheula style. Tidak diragukan lagi, dia lebih cocok hidup di zaman 1960-an daripada awal abad 21 ini. Tapi entah mengapa, segala keanehannya yang membuatku jatuh cinta.
Pagi itu Fred tiba di St. George RailwayStation dengan muka lusuh. Seperti biasa, murid St.Louis High School dari Manhattan Barat harus naik di salah satu gerbong khusus kereta api tua di stasiun ini. Rambut Fred begitu acak-acakan, mukanya ditekuk. Ingin aku menghampirinya, tapi rasa gengsi yang menguasaiku saat itu. Kulihat Mark dan Josh datang menghampirinya. Mereka berdua juga terbius oleh keanehan Fred. Aku sedikit memangkas jarak di antara kami, setidaknya aku ingin tahu apa yang terjadi.
“..jadi Shanon harus nginep di rumah Uncle Brad lagi? Wah..bisa gagal rencana kitaaaa…”ujar Josh yang sangat keibuan itu kecewa. Aku semakin serius menyimak.
“Ya, sialan si Andrew. Udah tau rusak kayak gini, dia masih tega ngerusakin lagi. Sungguh terlalu”timpal Mark.
“..ah, dia itu kan cuman ngiri nggak punya vespa keren kayak Shanon, Fred. Berdoa aja Shanon cepat sembuh”hibur Josh sambil menepuk-nepuk pundak Fred. Keseriusanku buyar ketika suara kereta api tua yang kami tunggu berteriak-teriak kencang dari kejauhan. Kami berangkat.

@@@@@@

Bangku cokelatku tiba-tiba ramai disesaki oleh anak-anak kelas. Mereka semua tertawa terbahak-bahak mengerubungi bangkuku. Setelah mengusir mereka semampuku, kutemukan sebuket mawar kuning dan kertas acak-acakan di sana. Keadaan kertas itu tidak jauh beda dengan tulisan cakar ayam yang merupakan isi dari kertas yang sepertinya surat itu. Kira-kira begini tulisannya:

Kutunggu kau di Manhattan Center Park, jam 8 malam. Dandanlah.
Perseus Fred
Aku berteriak histeris, namun tentu saja teriakanku tertelan teriakan mengerikan anak-anak sekelas. Mulai saat itu, hidupku tidak tenang lagi.

@@@@@@

”Jangan terlambat Geek, dandan yang cantik, bila tidak nanti Fred mengganti mawar itu dengan knalpot Shanonnya!”teriakan jahil bersahut-sahutan saat aku melintas kantin. Aku menggeram dan terus berjalan sambil memegangi kacamataku yang melorot.
Tapi, di ujung koridor kantin, Fred sepertinya sengaja menungguku di sana. Atau hanya perasaanku saja?
Ketika aku berjalan dan sudah dekat darinya, tiba-tiba ia berbalik badan dan menghadapku. ”Jangan lupa untuk datang nanti malam”sahutnya cepat lalu pergi.
Mataku mengikuti langkahnya. Sementara ’koor’ menyebalkan dari teman-teman semakin menjadi-jadi.
@@@@@@

Sudah pukul 7 malam ketika aku belum juga menemukan kostum yang tepat. Ya, aku memenuhi undangan Fred malam ini. Karena perintahnya adalah ”dandanlah” jadi aku menuruti saja. Lagipula, aku senang Fred mengundangku malam ini. Jadilah rok lipit dan blus merah marun milikku 2 tahun lalu kupakai.
Brit, kakakku terkejut melihat penampilanku tentunya. Tapi, perlahan tersenyum penuh arti dan mengiyakan permintaanku untuk mengantar hingga Manhattan Center Park.
Semua lancar, dan yang hanya jadi masalah adalah, Manhattan, kota bagian terpadat di New York City, bahkan terpadat di seluruh Amerika Serikat, tidak mau berkompromi dengan usahaku malam ini. Jalan begitu ramai, dan angin bertiup kencang. Style rambut ala Taylor Swift-ku hancur.
Manhattan Central Park tidak beda ramainya. Banyak muda-mudi di sana. Banyak keluarga-keluarga yang menghabiskan malam musim semi ini di taman serbaguna yang rindang itu. Betapa bodohnya Fred bila ia memilih tempat ini untuk...kami? Kukira aku salah tujuan, ketika sudah hampir 15 menit aku berjalan mencari-cari Fred. Tapi Fred duduk di bawah pohon dengan santainya.
”Fred...”
Fred mendongak. ”Kukira kau tidak jadi datang malam ini”ujarnya sambil menengok jam tangan jadulnya. Lalu ia melayangkan senyum manisnya yang tepat menohok hatiku. Ya Tuhan, dia manis sekali, pikirku sinting.
”Ya, maaf aku..terlambat. Jalan ramai..dan angin kencang”jawabku terbata sambil melirik rambutku. Benci aku melihatnya.
”Tak apa, sini duduk”ajak Fred menyilakan aku duduk di sebelahnya. Sesaat aku bingung, Fred duduk di rumput. Apa aku akan tega membiarkan rokku satu-satunya kotor? Terkutuklah kau, Fred!
Fred cuman tertawa kecil melihatku kerepotan memegangi rok lipitku. ”Ini punya siapa?”matanya menunjuk pada kostumku.
”Punyaku..memang punya siapa lagi?”
”Bagus. Kau tahu, rok ini persis seperti yang dipunyai oleh Josh. Hahahaha..” Akupun ikut tertawa. Ya, Josh, cowok cantik itu memang kadang mencuri lusinan rok milik kakak perempuannya.
Selesai tertawa, raut muka Fred kembali serius. ”Gi, coba lihat mereka”jari telunjuk Fred menunjuk ke arah 2 balita, perempuan dan laki-laki. Mereka terlihat sedang berkelahi. Jambak-jambakan bahkan saling melayangkan tinju. Aku hendak bangkit untuk melerai anak itu, tapi ditahan oleh Fred.
”Biarkan saja mereka”ujar Fred tegas. Aku sedikit terperanjat mendengarnya. ”Memang diperlukan hal itu untuk menjadikan diri mereka peduli, dan apa adanya”. Aku hanya terus terdiam sambil memandangi Fred. Dia mendongak dan sepertinya ada yang menarik dari langit Manhattan malam ini. Kenyataannya tidak. Polusi merampas porsi kerlip bintang.
”Kau tak perlu melepas kacamata putihmu dan merubah stylemu, kalau kau tidak peduli denganku. Tapi kau melakukannya, dan itu di luar dugaanku. Apa kamu merasakan hal yang sama denganku?”tanya Fred kemudian.
”...merasakan..apa?”tanyaku balik dengan lugunya.
”Giandra bodoh. Lalu sampai kapan, kamu akan menyadari bahwa aku...sebenarnyaa...menyukaimu?”
Aku tersentak. Bengong dan tidak percaya. Namun mata Fred terlihat bersungguh-sungguh, dan selamanya aku ingin melihat mata biru laut itu bercerita bahwa yang dinyatakannya adalah nyata. Dan sekali lagi, matanya tidak bisa berbohong.
Aku tersenyum lega. ”Mungkin sekaranglah aku menyadarinya, bahwa yang kurasakan sama persis dengan yang kamu rasakan. Terimakasih Fred, karena telah menyukaiku......”.
@@@@@@

Mungkin kejadian malam ini akan mengahantui tidurku untuk beberapa tahun ke depan. Ah, nikmati dulu yang ada, Gi, gumamku.
Saat ini aku sedang duduk di atas ’Shanon’ yang dikendarai dengan lihai oleh majikannya. Tapi tidak lama kemudian, deru Shanon mulai melemah dan mati. Aku mulai was-was.
”Gi...?”panggil Fred terlihat ragu-ragu.
“Ya..?”
“Turunlah, Shanon kambuh sakitnya”kata Fred terdengar putus asa.
“Tentu saja, bukannya dia seharusnya di tempat Uncle Brad sekarang?”sindirku.
Sudah kuduga, si vespa butut ‘Shanon’ tidak akan membiarkan aku bersenang-senang dengan majikannya. Dia menuntut.
Fred terlihat mengutak-utik vespanya itu sambil mendumel-dumel. Sementara aku hanya menyaksikannya sambil kadang tertawa kecil.
“Gi, bantu dorong Shanon ya...”pinta Fred memelas.
Aku memutar otakku. Kasihan juga Fred. Lalu Shanon kudorong sekuat tenaga dan Fred mencoba menstarternya. Shanon seperti mengamuk dan kaget. Dia melunjak dan berlari sekencang jet. Tak ketinggalan, Shanon mengeluarkan asap knalpot hitam tebal yang tepat dia sodorkan kepadaku. Asap itu mengotori bajuku. Juga menutupi muka merahku yang luar biasa kesal sementara kulihat Fred hanya nyengir melihat ‘penampilan’ baruku.
Tidak peduli dengan jalan Manhattan yang ramai, demi Tuhan hanya satu kalimat yang aku ingat, dan saat itu langsung aku lolongkan: “PERSEEEEUUUSSSS FRRREEEDDDDDIIIIEEEEEEEEE....!!!!!!!!!!!!!!”

@@@@@@

cerpen- "AKTOR, SETIA, ATAU DILEMA?"

AKTOR, SETIA, atau DILEMA ?
By : M. P. Regina 8E/15

Mungkin pada awalnya, jika aku ditanya akan setia atau tidak pada Bella, aku akan langsung mengiyakan. Bella cantik, sangat cantik. Rambutnya panjang, tebal, dan masih hitam alami. Tubuhnya tinggi langsing, kulitnya putih bersih. Matanya coklat tua, alisnya melengkung sempurna dan hidungnya mancung. Nggak diragukan lagi berapa banyak anak cowok yang berharap ada di posisiku. Dia juga pintar, otaknya yang encer cukup mendukung untuk menempatkan namanya ada di deretan teratas daftar ranking parallel sekolah. Dia juga dikenal sebagai pribadi yang ramah, rendah hati dan entengan. Yang jelas dia sempurna. Cukup lama waktu yang aku butuhkan untuk sadar akulah yang dipilihnya.
Tapi kenapa kini aku merasa ragu. Aku tidak pernah meragukan cinta Bella padaku , tapi aku meragukan diriku sendiri yang plinplan. Terutama setelah hadirnya sang Cleopatra, maksudku cewek lain yang benar-benar membuatku berpaling dari Bella. Dia, Shana.
Shana yang anggota cheers SMA 52 itu entah kenapa tiba-tiba dekat padaku. Dia pernah mengatakan menyukaiku, tapi aku belum bisa memutuskan untuk menerima cintanya tau tidak. Di dalam hatiku yang paling dalam, aku masih menyayangi Bella. Tapi, di sisi lain, pesona Shana membuat aku klepek-klepek, nggak kuat buat nolak. Jadilah aku menerimanya. Menjadikan ia cadangan Bella.
Aku tahu aku salah. Tapi aku takut menyakiti keduanya. Dan sampai sekarang aku belum berani untuk mengungkapkan yang sejujurnya pada Bella, juga pada Shana. Padahal hubunganku dengan Shana sudah berjalan sekitar 1,5 bulan. Mungkin sebaiknya aku begini dulu, jika saatnya tiba, aku akan memilih. Atau takdir yang memilihku.
Drrrtt..drrrttt..
From : BellaLaa
”Beyy , kamu bisa jemput aku sekarang? Aku mau les piano nih , papah gbs anter. Plisss ...:)”
Dilema lagi. Aku menjambak rambut cepakku. Sore ini aku udah janjian dengan Shana untuk menungguinya latihan cheers. Tapi jika tidak mengantar Bella, dia pasti akan mulai curiga. Karena setiap aku menolak permintaanya pasti alasannya sedang latihan futsal, atau les gitar atau yang lain. Kurang variasi. Dan jika aku meninggalkan Shana untuk menjemput Bella, kebohongan apa lagi yang harus aku katakan?
Tiba-tiba handphone-ku berdering. Supermassive Black Hole-nya Muse, menggema di sekelilingku. Buru-buru aku membaca nama yang tertera di layar. Dari BellaLaa. Tanganku gemetaran, dilema lagi. Angkat , biarin ato reject aja ya ? Kali ini aku benar-benar merasakan susahnya punya pacar 2. 1 aja susah, apalagi dobel gitu?

^^^^^^^^
Tidak biasanya aku bisa menebak apa yang bakal terjadi di masa depan. Tapi kali ini, dalam kasus ’main hati’ku ini, aku bisa menebak kelanjutan ceritanya. Ya, aku sudah memilih satu. Dan pilihanku jatuh pada Shana. Tolong jangan tanya kenapa, karena aku benar-benar nggak tahu jawabannya. Aku Cuma mengandalkan perasaan, dan yang aku rasain sekarang, aku lebih sayang sama Shana daripada Bella. Aku tahu ini salah. Bella udah begitu setianya menjaga perasaannya sama aku, tapi aku begitu mudah mengkhianatinya. Ini emang nggak adil, tapi aku nggak mau lebih lama lagi menyakiti Bella.
Oleh sebab itu, sore ini jadwal aku adalah : jujur sama Bella. Aku bergidik mendengar 3 kata itu. Jujur sama Bella..jujur sama Bella.. Atau menyakiti Bella.. Tidak, apa benar hanya itu pilihannya? Dilema lagi.
Lamunanku terputus ketika aku mendengar adzan maghrib menggema, baik dari televisi maupun dari masjid dekat rumah. Malam belum terlalu gelap. Tapi kenapa hati ini rasanya gelap banget? Bella, apa aku salah? Apa aku salah, telah mencampakkanmu sekeji ini? Ya Tuhan, kenapa dengan diriku ini? Hanya satu yang aku tahu, aku masih mencintai Bella. Dan satu yang aku putuskan saat ini, aku akan meninggalkan orang yang aku cintai.
^^^^^^^^^
Bella terlihat bingung, atau mungkin senang ketika mendengar aku mengajaknya ke kafe sepulang sekolah. Karena dia tahu, aku tidak pernah perhatian. Aku hanya menatapnya sedih ketika ia jelas-jelas menunjukkan raut muka senang sekaligus bersemangat. Dia saja tidak tahu apa yang akan terjadi sepulang dari kafe. Nanti.
Perjalanan menuju kafe terasa begitu cepat. Padahal aku ingin sekali memperlambat saat-saat terakhirku dengan Bella. Bella masih terlihat riang. Dan aku masih kusut.
Aku menarik kursi meja kafe dan mempersilahkan Bella duduk, lalu aku duduk di kursiku sendiri. Bella masih sibuk memesan menu dan berceloteh riang, sedangkan aku masih bingung memikirkan kata-kata yang tepat ketika aku harus memutuskan hubunganku dengan Bella.
”...Seth..”
”...Seth..”
”...SETH , KAMU DENGER AKU NGOMONG NGGAK SIH?”seru Bella sambil menarik lenganku. Aku kaget, dan dia kelihatan kesal.
”..nggak .. eh, iya”jawabku tolol.
Bella merengut. ”Sebenernya apa yang lagi kamu pikirin Seth?”
Aku merasakan tekanan dilema itu menyebar lagi di sekelilingku. Sejenak aku menyuap sesendok nasi goreng ke mulutku, mencoba menikmatinya. Tapi rasanya pahit. Tapi, sekaranglah waktunya..sekaranglah saat yang tepat.
”Sebenernya...”ucapanku terputus ketika aku melihat 2 orang masuk dalam kafe, kelihatannya sepasang kekasih juga. Tapi aku tak asing dengan cewek itu...itu SHANA. Sedang apa dia di sini? Siapa cowok yang merangkulnya itu? Apa itu..pacar Shana selain aku? Beribu macam pertanyaan melintas di otakku. Aku terpaku. Dan tiba-tiba Shana pun menangkap sosokku, menatap mataku. Ia pun juga terpaku. Ada sedikit kepanikan terbersit di matanya. Matanya terlihat bingung saat melihat Bella. Tapi karena melihatku bersikap santai, ia pun tetap bersikap normal.
”Sebenarnya apa?”desak Bella.
Aku jadi teringat bahwa masih ada Bella di hadapanku. ”..engg.. Kayaknya, aku sakit Bell” Akting yang sempurna untuk menutupi muka -mendadak pucat- dan kepanikanku.
”Ya Tuhan, kita pulang aja yuk Bey, kamu ntar tambah parah” Bella terlihat cemas seperti biasa. Aku membalas dengan anggukan lemah. Kami berdua pun berdiri dan berjalan keluar diiringi tatapan menusuk dari sepasang mata, dan aku yakin itu mata Shana.
^^^^^^^^^^^
Aktor. Tepat sekali kedengarannya sebuah profesi itu buatku. Dan Aktris, buat Shana. Aku kesal, namun aku juga pingin ketawa.
Dan akhir ceritanya, tebakanku salah lagi. Yang awalnya aku menebak(dan sebelumnya aku yakin sekali tebakanku ini benar) bahwa aku akan menyakiti Bella dengan meninggalkannya, tapi kenyataannya tingkahkulah yang menghancurkanku sendiri. Aku hanya bisa mengacak-acak rambutku sembari memandangi wajah Bella yang tertidur pulas di jok taksi sebelahku. Wajahnya masih innocent seperti biasa.
Pikiranku melayang pada 3 jam tempo. Saat aku dan Shana menertawakan tingkah kami berdua.
”Jadi siapa cowok itu?”tanyaku parau.
”Dia Ruben, mantanku. Tapi udah 2 minggu ini, aku balikan lagi ma dia Seth. Dann.. cewek itu? Selingkuhan kamu juga?”ujar Shana sambil tertawa.
”Kamu yang selingkuhan aku”jawabku singkat. Dan tegang.
Raut wajah Shana berubah, namun ia kembali tertawa. ”Jadi maksud kamu, aku cadangan kamu ya?”
”Sorry, tapi emang gitu. Tapi, kamu harus tau, tadi sore aku berniat mutusin dia, tapi gajadi waktu aku liat kamu sama..siapa tadi? Ruben?”
Shana ngakak lagi. ”Jadi, dengan kata lain, aku Malaikat Penyelamat walau aku pihak ketiga hubungan kalian yang nyaris hancur ya?” Shana menggeleng-gelengkan kepalanya.
”Ya, begitulah. Dan, Shana, apa kamu nggak keberatan kita... putus?”
”Ga keberatan sama sekali. Padahal, aku juga mau bilang ini sama kamu udah lama. Aku masih terlalu sayang sama Ruben. Dan aku yakin, dari cara kamu mandang dia dan dia mandang kamu, kalian juga masih saling sayang”
”Hahahaha .. kita aneh plus lucu banget ya? Berarti kita impas?”
”Ya. Dan, kita akan mengakhiri segala sandiwara aktor dan aktris terbaik sepanjang masa”sahut Shana. Dan kamipun tertawa bebarengan.
”Seth..”gumaman tidak jelas terdengar dari mulut Bella. Ia mengigau.
Aku hanya tersenyum sambil membelai rambutnya.
Aku nggak tahu apa lagi yang bakal terjadi setelah ini. Mungkin aku akan menceritakan kisah terlarang-ku dengan Shana pada Bella, nanti. Jika waktunya sudah benar-benar tepat.
Aku tertawa dalam hati melihat gadis di sebelahku kembali mengigau. Dalam hati, dengan berakhirnya hubunganku dengan Shana, berarti berakhir juga segala dilema dalam otakku saat ini. Lucu juga, aku yang begitu pintar berakting, begitu lelah tersiksa oleh segala macam rupa berbentuk dilema. Tapi yang aku tahu, aku berjanji pada diriku sendiri untuk selalu menjaga gadis di sebelahku ini. Aku janji akan selalu menyayanginya, akan selalu menjaganya. Mungkin tidak kepadanya aku akan berjanji, tapi kepada diriku sendiri. Dan satu lagi yang aku tahu, dia yang terbaik. Yang terbaik dari semua yang telah aku miliki, yang membuatku merasa she’s the one. Dia, Bella.

cerpen- "MENGOYAK KELABU"

MENGOYAK KELABU
Oleh: Marieta P. Regina

Februari, 1991
Gani berlari sambil menggendong istrinya yang tidak sadarkan diri. Di umurnya yang baru 22 tahun, ia begitu takut akan kehilangan istrinya. Beberapa juru rawat terlihat panik ketika mereka melihat kondisi Mirna yang terlihat di ujung tanduk kehidupan. Gani dengan nafas terengah-engah berlari menyusul istrinya ke ruang UGD sambil sesekali memegang dadanya yang terasa sakit.
Gani memejamkan matanya ketika sang dokter tiba dan langsung memberikan pertolongan untuk Mirna. Ia terus menggenggam tangan istrinya, menguatkannya untuk bertahan hidup. Mirna meronta-ronta kesakitan. Berkali-kali ia menyebut nama Tuhan dan Gani. Tidak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi yang menggantikan hembusan nafas seseorang. Mirna telah menghembuskan nafas terakhirnya.

Februari, 2000
”Selamat Ulang Tahun ya Kiara. Semoga panjang umur”celoteh seorang anak kecil riang sambil menyelipkan kado berpita ke tangan Kiara.
”Wah, makasih ya Lia, kadonya bagus banget. Itu ada kue, dimakan ya. Buatan aku sendiri lho”jawab Kiara tak kalah riangnya.
Namun, di balik matanya yang bulat ceria, ia mencari-cari sosok seseorang yang dirindukannya. Sosok yang sudah seminggu lebih tidak dia lihat. Yang berjanji siang ini akan datang ke acara Ulang Tahunnya yang ke-9.
”Kia, dimulai aja ya acaranya. Sudah banyak yang datang lho”Neneknya menatap Kiara setengah membujuk.
“Tapi..tapi..”
“Nanti pasti dia akan datang”
Dengan wajah polosnya, Kiara pun mengangguk. Ia mulai meniup lilin, diiringi lagu “Tiup Lilinnya” dari teman-temannya.
”Nah, potongan pertama untuk siapa Kiara?”tanya Neneknya.
Kiara menatap sekeliling. Ia tidak menemukan yang dicarinya. Dengan mata berkaca-kaca ia menjawab, ”potongan pertama untuk..sebenarnya untuk..untuk..”. Kiara mengelap air matanya,”tapi, dia..dia...Ayah nggak datang Nek..”.

Desember, 2001
”Gani, sampai kapan kamu akan begini? Menelantarkan anakmu sendiri? Menelantarkan anak Mirna?”geram Handi, ayah Gani.
”Tolong Papa jangan sebut-sebut anak itu Pa. Juga Mirna”jawab Gani sarat keletihan.
”Kamu benar-benar sudah keterlaluan Gani. Kiara anak kandungmu. Darah dagingmu sendiri”
”Tapi sayangnya aku tidak akan menganggapnya begitu”
”Mengapa demikian? Apa salahnya?”
”Papa tanya apa salahnya? Ia sudah mengambil Mirnaku! Cinta pertama dan terakhirku Pa! Ia yang menyebabkan kematian Mirna, lalu Papa suruh aku menyayanginya? Itu mustahil terjadi! Apa Papa nggak mengerti perasaanku? Papa tau apa Pa? Papa...”ucapan Gani terputus ketika sudut matanya menangkap Kiara yang berlari sambil mengelap matanya yang basah. Saat itu mata hatinya terbuka dan saat itu pula pertama kalinya ia merasa menyesal menyakiti Kiara.

Desember, 2001
KIARA HILANG! Dia tidak ada di kamarnya, di sepenjuru rumahnya, di sekolahnya, di tempat bermainnya. Dia tidak ada. Dia pergi.
Gani menyesal telah menyebabkan Kiara pergi. Dia telah menelantarkannya, menyakitinya. Gani mengkhawatirkannya. Gani mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menemukan anak semata wayangnya itu. Setelah 3 hari berlalu, ia menemukan Kiara di suatu tempat yang tidak dia pikirkan sebelumnya, makam Mirna. Selama 3 hari ini, rupanya ia mencari makam ibunya yang letaknya hampir 30 km dari rumahnya. Entah bagaimana caranya.
”Ki..Kiara? Kaukah itu?”Gani terbata-bata melihat putrinya duduk di samping nisan mendiang istrinya.
Gadis kecil berusia 10 tahun itu mendongak, matanya sembab. Wajah dan tubuhnya terlihat kotor. Matanya mengandung kesedihan mendalam. Ditatapinya Gani.
“Kia, kau kemana saja? Ayah cari-cari. Ayah mengkhawatirkanmu”Gani memeluk Kiara erat.
”Apakah Ayah mempedulikanku?” Gadis kecil itu tidak menolah dipeluk Gani, tapi ia tidak balas memeluknya. Padahal, pelukan Gani adalah sesuatu yang telah diimpikannya selama 10 tahun ia hidup.
Gani terperanjat. Iapun mulai menangis di bahu kecil Kiara. ”Ayah..maafkan Ayah, nak. Ayah, telah membuat kesalahn terbesar dengan menelantarkanmu selama ini. Maafkan Ayah”
”Tentu Yah, Ayah tidak usah sedih. Aku menyayangi Ayah, sangat..sangaat”jawab Kiara tersenyum bahagia.
”Kamu memang anak Ayah yang cerdas. Ayah bangga memlikimu, Ayah menyayangimu”kata Gani sambil melepaskan pelukannya dari Kiara.
”Ayah, apakah ini, makam Ibu? Apakah ini makam Ibu?”
”Ya, ini dia. Ibumu. Mirna”
”Ayah beruntung bisa memilikinya Yah”
”Memang kenapa sayang?”
”Tentunya ia Ibu yang luar biasa baik. Ia sudah merelakan hidupnya demi Kia. Ibu juga sudah memberikan Kia Ayah yang baik seperti Ayah Gani”
Gani menatap nisan istrinya pilu. ”Ya, ia memang baik amat baik. Mungkin ia sudah menjadi malaikat di surga sana nak”katanya sambil merawang langit biru. ”Tapi Ayah tidak sedih dengan kematian ibumu, sayang”
”Lho, kenapa Yah?”
”Karena ibumu memberikan malaikat kecil yang manis untuk Ayah. Malaikat cilik itu bernama Kiara Mirga Hendrawan”

April, 2008
”Ayah nggak suka si Beggy itu masuk rumah. Kalau dia mau kesini, di luar aja. Ayah nggak suka ada cowok masuk sembarangan”
“Kok Ayah gitu sih Yah? Beggy kan udah lama pacaran sama Kia, masa sampai sekarang Ayah nggak suka sama Beggy?”
“Karena Ayah cuman pingin yang terbaik buat kamu. Carilah laki-laki yang baik, dan nggak hanya dari fisiknya saja. Cari yang dari hatinya. Seperti saat Ayah mengenal Ibumu”

Juni, 2009
”Dan peringkat 1 Ujian Nasional Jurusan IPA SMAN3 SEMARANG angkatan 2006/2007 adalah...Kiara Mirga Hendrawan, dengan jumlah nem 39,4!”
Hati Kiara berbunga-bunga. Gani memeluknya erat sambil meneteskan air mata haru. Ia sangat bangga, perasaan bangga luar biasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Kiara maju dengan pandangan lurus ke depan diiringi sorak-sorai hadirin. Ia begitu bahagianya bisa mendapatkan piala dari Kepala Sekolahnya sebagai siswa peringkat 1 Ujian Nasional sesekolah. Bhakan rangking 2 se-Kabupaten. Gani berdiri dan memberikan tepuk tangan untuknya sembari sesekali mengelap air mata yang berlinang di pipi. Kiara tahu ia sangat bahagia dalam kehidupannya sekarang. Seandainya kebahagiaan ini bisa ia rasakan selamanyaaa....

2 Juli, 2010
Tiba-tiba Gani terjatuh dari kursinya. Dengan nafas tersengal-sengal ia berusaha memanggi nama putrinya. Tapi dadanya begitu sakit hingga ia tak sadarkan diri.
Beberapa jam kemudian...
Kiara menjerit histeris kemudian pingsan ketika diketahuinya Ayahnya telah menghembuskan nafas terakhirnya karena serangan jantung yang sudah sejak remaja derita. Di usia Gani yang masih terbilang muda, 41 tahun, ia harus meninggalkan putrinya yang saat itu sudah menjadi seorang mahasiswi Kedokteran. Ia kalah dari berontakan jantungnya.

4 Juli, 2010
Kiara terduduk lemas di depan nisan milik Gani Hendrawan. Gani akhirnya dimakamkan di sebelah makam Mirna. Kiara hanya terdiam, membisu setelah satu jam memandangi nisan orang yang paling disayanginya.
Ia memutar balikkan kenangan masa silamnya.
Gani yang membenci Kiara, karena ia telah kehilangan Mirna karena melahirkan Kiara. Gani yang selalu tidak datang di pesta Ulang Tahun Kiara. Gani yang menelantarkan Kiara selama 10 tahun. Gani yang menyebutnya malaikat kecil. Gani yang selalu ketat mengawasi pacar-pacar Kiara. Gani orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan untuk Kiara. Gani yang selalu menginginkan Kiara mengobatinya di kala ia sakit.
”Ayah..”panggil Kiara. ”Ayah, kenapa Ayah harus pergi secepat ini? Ayah belum lihat kan bagaimana aku memeriksa penyakit Ayah nanti? Mengapa Ayah tak mau menunggu sampai aku bisa mengobati Ayah?”
”Ayah, aku masih hutang denganmu kue potongan pertama di setiap Ulang Tahunku. Aku ingin beri ke Ayah tapi,..Ayah, apakah kau dengar, aku merindukanmu Yah..semoga engkau bisa menyusul Ibu di sana, di Surga. Aku yakin Ayah akan bahagia jika melihat aku bahagia kan, Yah? Aku janji akan lakukan yang terbaik selama hidupku. Ini semua untuk Ayahku, dan Ibuku, Pahlawanku”

cerpen-LOVE IS NOT BLIND"

LOVE IS NOT BLIND
By : Marieta Puspa Regina


Pagi itu Billa terbangun dari mimpinya. Kegelapan masih tetap dilihatnya. Ya, bukan kamarnya yang gelap, tapi matanya yang telah buta. Sekitar 6 bulan yang lalu, akibat kecelakaan tragis, Billa harus merelakan matanya. Tak ada yang berbeda dari pagi itu. Tetap gelap di mata indah Billa. Padahal ia berharap ada sebuah miracle yang membuat setitik cahaya mampu dilihatnya.
“Pagi Bill” sapa sebuah suara yang amat dikenalnya.
“Novel ? Kok bisa disini? Sejak kapan ?” tanya Dilla tercengang.
”Dari tadi, emang kamu ga nyadar apa ?”
Billa terdiam sejenak. ” Pantesan dari tadi kamarku baunya ngga enak. Hehehe”
”Huft.. sempet-sempetnya bercanda gitu. Oiya Bill, kemaren Vanno titipin ini buat kamu .. maaf ya baru sempet kasih ke kamu sekarang”
”Vanno? mau ngapain lagi dia? Sok-sokan ngasih kado lagi, dasar sinting” ujar Billa mendengus.
”Udahlah Bill, semua itu udah lama berlalu. Kamu harus belajar memaafkan dia. Toh, dia udah ngaku salah dan minta maaf ma kamu kan, ini .. ”terdengar nasihat Novel yang sudah sering ia ucapkan sambil menyodorkan sebuah bungkusan.
Billa bersungut-sungut tidak suka namun membuka juga bungkusan itu.
”Apa itu Vel?”
”Buku lagi. Surat-surat kepada Karen. Hemm..good title”
”Baru judul aja kamu udah muji. Dasar ! Btw, kenapa ya akhir-akhir ini dia suka banget ngasih aku buku?”
”Ya.. bagus dong, artinya dia ada perhatian buat kamu”
”Perhatian pala lo peyang. Ga mungkin dia kayak gitu. Yang ada paling dia mau nyindir aku yang buta, yang gabisa baca sendiri lagi”kata Billa muram walau dirinya sekuat tenaga menahan emosi.
”Ehmmm .. Kok kamu bilang gitu sih? Aku percaya dia ga kayak gitu. Kamu harus belajar percaya ma dia Bill”
”Kenapa bisa yakin gitu? dan kenapa sih kamu ga cape-cape ya mbela dia?”
”Karenaa...”Novel menghela napasnya.
”Karena apa?” tanya Billa lagi.
”...Karena... udah banyak yang dia korbanin buat kamu Bill”
”Halahh .. ”ujar Billa tak percaya.
”Ehm..Bill , aku pulang dulu ya. Tadi ada sms dari mama, nyuruh aku pulang buat nganterin dia ke pasar. Aku duluan gapapa kan ?”
”Yahh..bentaran amat. Yaudadeh, dah Novel ..”
”Bye..”jawab Novel diringi langkah kaki beratnya menuju pintu kamar. Terburu-buru. Tanpa terasa matanya sudah berkaca-kaca. ”Maafin aku Bill, aku ga bermaksud bohongin kamu”batinnya.


Billa jadi teringat kejadian 6 bulan lalu. Waktu itu Billa membonceng motor Vanno karena memang malam itu tidak ada taksi yang lewat dan HP Billa lowbatt. Tak lama kemudian hujan rintik-rintik mulai turun dan segera disusul hujan deras. Billa yang tak tahan dingin itu meminta untuk menepikan motor untuk sekedar berteduh, tapi dasar Vanno, dia yang dari sananya udah usil malah mengencangkan laju motornya, yang membuat Billa menahan nafas saking takutnya. Bahkan ia sengaja melenggak-lenggokkan motornya sambil tertawa-tawa. Nggak sadar, ada sebuah mobil dari arah berlawanan melaju kencang tak terarah, menyenggol motor Vanno. Vanno dan Billa terpental,beruntungnya Vanno. Hanya luka ringan yang ia dapat. Tapi Billa, yang saat itu tidak menggunakan helm mendarat mulus di aspal dan kepalanya terantuk. Benturan itu mengakibatkan tulang-tulangnya retak dan syaraf matanya rusak parah hingga ia buta sampai sekarang.
”Arrggghhhh !”teriak Billa terbangun.
Novel yang terkantuk-kantuk menjaganya kaget. ”Kenapa Bill?”tanyanya terburu.
Billa tidak menjawab, hanya air mata yang turun dari kelopak matanya. Kenapa mimpi itu lagi,batinnya.
”Mama mana Vel? Aku butuh Mama sekarang”tanya Billa setelah sekian lama bengong.
”Tante Vita lagi pergi, makanya aku yang jagain kamu”ujar Novel membelai-belai rambut Billa sambil tersenyum. Walau hanya kegelapan di mata Billa,tapi ia bisa merasa kalau Novel tersenyum untuknya.
Novel, seorang sahabat yang tak sengaja ia temukan di rumah sakit saat Billa kecelakaan. Ia yang menguatkan Billa,menghibur Billa,menjaga Billa,menasihati Billa dan mampu membuat Billa tersenyum kembali. Novel yang baik dan dewasa. Diam-diam Billa menyembunyikan air matanya yang kembali menetes, kali ini bukan air mata kesedihan dan ketakutan, tapi air mata kebahagiaan. Karena dari Novel-lah,Billa menemukan cintanya.



”Ma, Mama pasti pernah jatuh cinta kan?”tanya Billa suatu saat pada Mamanya.
”Hah, kok kamu nanya gitu honey? Hayoohayoo..ada apa iya ma anak Mama ini?”tanya Mama genit sambil menyubit pipi anaknya itu.
”Ma, Novel itu kayak gimana sih?Kenapa Billa rasanya senang,damai,nd nentremin banget kalu dket ma dia Ma. Andai mata Billa ga buta, pasti Billa bisa liat Novel itu kayak gimana. Cakep ga sih Ma?”
“Ohhh..engghh..iyya..Novel ya..cakep kok,cakep banget”jawab Mama gelagapan.
“Ma?”
“Emmh..baik kok Bill, Mama cuma kaget aja Billa ternyata naksir dia. Tapi wajar aja sih..”jawab Mama deg-degan.
“Ohh..dia baik banget yah Ma. Coba aja Billa ga buta Ma. Pasti udah bisa liat dia, dan mungkin dia juga bisa suka ma aku ya Ma”ujar Billa murung.
“Hus..kamu ngga boleh bilang gitu”
”Tapi kan kenyataannya begitu Ma, Billa gaakan jadi dokter seperti yang Mama inginkan kan?”kata Billa, menahan tangis.
”Sudah sayang, keselamatan kamu adalah no 1. Kamu selamat dari kecelakaan itu, Mama pun udah bersyukur banget. Dan kamu tahu, bagi Mama kamulah anugrah terbesar buat Mama. Mama akan selalu ada dan sayang ma kamu Billa” Mama memeluk erat Billa.
Billa hanya sesenggukan di balik pelukan Mama. Mama dan Novel memang malaikat penolongnya. Malaikat yang mampu mengembalikan rasa percaya diri Billa yang sempat runtuh.
Teeett..Teett.. Bel rumah Billa berbunyi.
”Sebentar ya nak, Mama buka pintu dulu. Jangan kemana-mana ya”
Billa hanya mengangguk. Dalam hati dia berharap Novel yang datang saat itu.
”Billa .. ?”panggil Novel ragu.
”Novel ? Akhirnya kamu dateng. Aku udah gasabar main bareng kamu lagi. Oiya, bawa bacaan buat aku lagi ga ?” Billa girang bukan main.
”Ehmm.. Mama tinggal dulu ya sayang, mau belanja .. hehe”
”Iya Ma”
”Bill, ini buku yg kamu pesen. Materi Braille-nya gimana ? udah banyak yang nyangkut kan?”tanya Novel ketawa garing.
”..ehh iyya.. ehm, Vel kamu kenapa? Aku ngrasa kamu agak beda hari ini ?”
”Ehmm.. sebenarnya aku mau ngomong sesuatu ma kamu. Bisa minta waktu kamu sebentar kan ?”
”Hahhh ? ada apa sih ? Serius amat ..”
”sebelomnya aku mau minta maaf ma kamu Bill”
”Buatt ... ?”tanya Billa ga sabaran.
”ehhm .. Bill, aku harap kamu mau ngerti aku. Sebenarnya bunga,buku,bingkisan lain yang kamu tau dari Vanno itu sebenernya dari aku ...“ jawab Novel terputus.
”Hah ? kamu serius ?“ mata Billa berbinar-binar karena senang.
”Bill, kamu ga ingat kalau nama lengkap Vanno, Vanno Anovelino ?”
”Sooo ?”
”...Bill, aku Vanno. Aku juga Novel. Vanno dan Novel, orang yang sama yaitu aku. Aku deket kamu sekarang karena aku gatau lagi mesti gimana ngungkapin maaf aku ke kamu.. maafin aku Bill, aku ga ada maksud bohongin kamu”
Billa tercengang. Badannya gemetar menahan amarah.
”.. Bill ?”panggil Vanno alias Novel sambil mengenggam tangan Billa.
Billa segera menarik tangannya. ”Pergi kamu. Ga puas ya kamu bikin aku menderita Van ? Denger ya, apapun yang kamu lakuin, ga bakalan bisa buat aku maafin kamu !!”
”..Bill..”
”Pergi sekarang !! ”teriak Billa lagi.
”Oke Bill, aku bakalan pergi,kalau itu yang kamu mau. Tapi harus kamu tahu, aku juga sayang kamu. Walau aku tahu kamu bakalan anggep aku gila dan ga tau diri. Tapi itu emang kenyataannya ”
”Pergiiiiiiiiiiiiiiiiiiii !!!!!! ”


Pagi itu tetap gelap di mata Billa. Tangannya terasa pegal karena ada seseorang yang menaruh kepala di atas tangannya. Billa berusaha meraba-raba. Dia tak mengenali orang itu.
”Kamu siapa?”
”..aku Vanno..pa kabar kamu pagi ini Bill ?”
Billa kaget. Ia tak menduga Vanno akan balik menjagainya kembali. Tapi aneh, Vanno dalam rupa Novel sangat ia kenali, bahkan tanpa meraba-raba dulu.
”..Bill..maafin aku yang kemarin ya,emmm..dan kemarin-kemarinnya lagi. Aku cuman pengen liat kamu bahagia. dan pernyataan sayang aku yang kemarin gausah dipikirin”
Billa hanya mendengus. Vanno memang beda dengan Novel. Novel begitu baik, perhatian dan dewasa. Sedangkan Vanno, kekanak-kanakan dan menyebalkan.
Mereka terdiam cukup lama sampai tangan Billa merasakan sesuatu yang basah dan dingin.
”Baju kamu basah banget Van,dan kening kamu kok panas. Hujan-hujanan lagi ?”
”Ehhm.. iya, maaf ya kalau kasur kamu jadi agak basah gini”
”Yaudah, kalau gitu kamu mandi dulu di kamar tamu, trus pinjam kaus papa ya. Aku juga mau mandi dulu”sergah Billa.
”Makasih Bill”jawab Vanno sambil memapah Billa menuju Mamanya.
”Makasih Vanno. Ayo Bill mandi dulu. Vanno di kamar tamu ya”ujar Mama Billa tersenyum.
”..iiyya Tante..”
Mata Vanno mengikuti langkah Billa dan Mamanya. Air mata menetes di pipinya. Tak lama kemudian, badannya terasa kehilangan keseimbangan dan tiba-tiba kegelapan menyelimuti paginya.


”Ehmm...”kata pertama dari Vanno saat ia membuka matanya. Dia sudah berada di atas kasur kamar tamu sekarang.
”Mamaaaaaaaa... Vanno udah sadar Ma...”teriak Billa yang ada di sampingnya.
Kepala Vanno teras berat, matanya berkunang-kunang. Billa di sebelahnya terlihat kabur, dan sosok wanita setengah baya berlari tergopoh-gopoh mendekatinya. Semuanya buram.
”Kamu baik-baik aja kan Van ?”tanya Mama mengguncang-guncangkan tubuh Vanno.
Vanno tak merespon. Tangannya masih saja memegangi kepalanya yang pusing.
”..Vann..”panggil Billa.
Kini Vanno mengalihkan pandangannya ke arah Billa.
”Makasih Van, karena kamu udah bela-belain jagain aku. Kehujanan dan hampir setiap hari kurang tidur karena aku. Aku gatau mesti ngucapin makasih gimana ma kamu”ujar Billa yang diikuti anggukan Mamanya.
”..iiyaa Bill..”jawab Vanno lemah.
”Van, maafin aku yang salah menilai kamu. Aku memang hanya Billa. Billa yang susah maafin kesalahan orang lain, Billa yang ga pernah mau introspeksi diri. Maafin aku Van”lanjut Billa sesenggukan. Air mata mengalir dari matanya yang tak bisa melihat.
”..ga perlu. Justru aku yang salah..ma kamu. Aku..selalu salah ngelakuin...apapun buat kamu..maafin aku Bill..”jawab Vanno tersendat-sendat.
”Iyya, aku juga ya Van”
”..iya...”
Billa meraba-raba mencari tangan Vanno lalu menggenggamnya. “Van, aku juga sayang kamu”
”..tapi..kamu sayang aku se..se..bagai Novel kan.. ?”
”Vanno dan Novel adalah sama, kamu. Anggap aja Novel sisi baikmu, dan Vanno yang buruk. Hahaha..”sahut Billa sambil tertawa. ”Tapi, kamu tetep sama di hatiku. Perhatian dan kesetiaanmu yang bikin aku ngerasa sayang ma kamu Van”
Vanno mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia tersenyum lemah dan menjawab, ”..aku..juga sayang kamu..”
Mama hanya bisa tersenyum. Padahal dibalik semua ini, Mamalah yang paling berperan. Mama sengaja memberi kesempatan pada Vanno untuk mendekati Billa dengan caranya sendiri. Karena Mama tau, kasih sayang Vanno-lah yang akan memperbaiki keadaan Billa. Dan itu terwujud. Walau kita bisa bohongin mata, hidung, telinga, lidah kita, tapi kita nggak bakal bisa bohongin hati kita. Mata boleh aja buta, tapi hati dan perasaan kita nggak bakal buta, adanya tidak peka. Begitu juga dengan cinta. Love is not blind, too.

cerpen- "SPECIAL BIRTHDAY GIFT"

SPECIAL BIRTHDAY GIFT

“Vey, Dani titip salam tuh. Salam balik ngga ?”kata Nando mengagetkanku. Dia anak kelas 9, 1 kelas juga sama Ello. Aku cuman mendengus melihat Nando terkikik. Heepphh.. siang itu aku dapet penggemar baru. Dani namanya. Ya..cakepp sih. Tapi aku ga tertarik masalahnya.
”hai Arvey, tambah cantik aja neh. Kok jarang bales smsku ?”tanya Edo sok akrab. Ini lagi ! pulang sekolah siang itu aku tiba-tiba dikerumunin banyak cowok. Umm..kata temen-temenku sih, mereka mungkin mau pada pdkt. Secara beberapa hari lagi aku ultah ke 14.
”hai juga. Sorry,masih banyak sms lain yang lebih penting”jawabku kesal sambil berjalan meninggalkan Edo.
Yayayya..kasiann juga aku sama Edo. Aku pedes banget ya kata-katanya ? aku lihat muka dya. Udah kek udang rebus gitu. Malu diketawain anak segeng dia.
”Arvey,pulang bareng yuuk”teriak Ello.
”yayya.. tunggu bentar..ku mau ganti baju dulu”teriakku bersemangat yang mengagetkan banyak orang. Termasuk bikin cowo-cowo yang ngerumunin aku tadi bengong.
Itu emang udah kebiasaan kami berdua. Rumah kami ga jauh-jauh amat. 1 kompleks beda beberapa gang-lah. Kalau lagi males dijemput,aku lebih senang sepedaan ma Ello. Dya yang nggenjot,aku yang berdiri. Makanya nggak salah juga aku ganti baju dulu. Ganti pakai celana.
”Vey , Dani tuh..”kata Ello mengodaku.
“Sebodo amat !”
“yaa.. jangan cuek bebek gitu ahh. Kasian si Dani. Setauku kamu tuh cinta pertamanya. Tau ndiri kan, Dani kan banyak yang suka. Dan ternyata cuman Arvey yang bisa ndapetin hatinya..”
“Bodo..nggak minat aku ma Dani. Ga nyambung aja kalau ngomong. Dia suka salting di depan aku”jawabku manyun.
”yiaa..mungkin saking cintanya kali ma kamu..hahahah”
”Apaan sih Ello. Jangan jail kenapa sihh !”ujarku sambil mencubit-cubit pipinya.
”Woy..gi naek sepeda ni. Nabrak..jatoh gimana ? aku yang kena marah dudul !”
Aku cuma tersenyum mendengarnya. Lalu kami menuju pantai , tempat kami nongkrong seperti biasanya. Dalam perjalanan kami hanya diam, hanya senandungku saja yang terdengar.
”Vey..turun,cepetan. Badanku udah pegel-pegel mua tau gara ngeboncengin kamu. Makanya diet ya Vey..”
”Huaah..yya maap..”kataku sambil manyun.
”Duuhh..gitu aja marah. Tapi kalau marah masih tetep cantik kok..”ujar Ello menggodaku.
”Ohh gitu yya ?”jawabku memicingkan mata.
”Haahh..udah.udah”kata Ello sambil mengisyaratkan aku untuk turun.
”hemm..sampai juga ya Lo, aku udah kangen banget ma tempat ni. Weh, sepedamu titipin dulu. Kita mau ke tempat biasanya kan ?”kataku sambil mengedipkan sebelah mataku.
Ello tersenyum senang. Sedetik kemudian dia berlari ke salah satu rumah nelayan yang dikenalnya dan kemudian menarik tanganku ke tempat biasa kami berdua mengukir kenangan. Kenangan yang nggak bakalan bisa kami lupain seumur hidup. Karena di tempat itulah, aku menemukan cinta pertamaku. Yang tak lain adalah Ello sendiri.


Pagi itu aku menjalankan rutinitas seperti biasa. Tak ada yang beda dari biasanya. Hanya ada 1 kabar,dan kabar buruk bagiku ! Kudengar, Ello dan Shany jadian !
Selama pelajaran, aku nggak bisa konsentrasi sedikitpun. Aku hanya memikirkan Ello. Sahabat yang aku cintai sepenuh hati. Aku nggak mampu menahan tangis saat itu. Aku berkilah pada guru dan teman-temanku bahwa aku sangat pusing dan ingin pulang. Aku kabur ! aku nggak mau ketemu Ello ! aku nggak mau lihat Ello berdua dengan Shany ! aku nggak mau lihat Shany nggantiin posisiku yang kemana-mana selalu berdua sama Ello ! Aku nggak mau !
Dan dari kebohongan itu, ternyata aku malah sakit beneran. Flu,demam. Tapi mungkin paling banyak prosentasenya ya sakit hati. Di rumah aku hanya menangis,nangis dan menangis lagi. Aku tetap nggak bisa berhenti memikirkan Ello. Mungkin dia lagi senang-senang sekarang dengan Shany. Atau teman-temannya. Atau bahkan makan-makan untuk hari jadinya bersama Shany ! dan aku nggak mampu kuat dan tabah menghadapi itu semua. Aku masih belum dewasa. Aku belum bisa ngadepin masalah ini sendirian....
3 hari berlalu ...
Dan aku masih memutuskan untuk tidak masuk. Aku khawatir aku akan sakit hati bila aku masuk nanti. Lebih baik aku sembunyi di dalam rumah.
Yayayaya..hari ini aku merasa aneh. Bukan aneh pada diriku. Tapi orang-orang yang dekat padaku. Mereka seolah-olah mencampakkan aku. Mereka nggak peduli aku ada. Mereka kayak sekongkol dengan Ello untuk menghancurkanku. Dan bahkan ayah dan bundaku meninggalkan aku seorang diri di rumah. Sibuk dengan urusan masing-masing.
Ting..tong..! bel rumahku berbunyi.
”haaahh ! siapa sihh yang dateng siang bolong gini ! mana panas banget lagi !”teriakku kesal.
Cepat-cepat kubuka pintu tamu. Aku terpaku. Ello, Shany, Dani dan yang lain. Siang ini datang ke rumahku tanpa diundang.
”Ngapain kamu ke sini ? Mau jenguk ? aku udah sembuh kok nggak perlu”kataku sinis sambil menarik pintu untuk menutupnya.
”nggak gitu Vey”jawab Ello sambil menahan pintu mencegah aku menutupnya.
”Lalu ?”tanyaku nggak sabar.
”Surprissseeee..happy birthday yyia !”teriak mereka serempak.
Aku kaget. Aku tercengang. Aku nggak percaya ! ternyata..mereka ingat aku ulang tahun sekarang ! bahkan aku sendiri nggak ingat ! “yee..jangan bengong dongg ! tiup lilinnya ya..!”seru Shany sambil menyerahkan kue tart besar dengan lilin berjumlah 14 batang.
”Make a wish dulu ya Vey..”kata Dani sambil tersenyum memandangku.
Aku sendiri masih tetap saja bengong. Masih berusaha mencerna semua ini. Tak lama kemudian..aku sadar. Sambil tersenyum aku berdoa dalam hati kemudian meniup lilin.
“yeee..yang udah 14 tahun !”teriak bunda yang membuatku cemberut.
Arland,kakaku melemparkan sebuah bungkusan padaku, ”ni kado buat yang udah 14 tahun”katanya singkat sambil tersenyum.
Segera kubuka. Aaaa..!! poster jumbonya Edward Cullen. Aku sampai berteriak histeris. Yahh..selanjutnya semua yang ada di situ juga menyerahkan kadonya masing-masing.
Saat Ello menyerahkan hadiahnya, aku menerima sambil tersenyum dipaksakan. Aku tahu aku pura-pura kuat. Tapi aku harus begini.
Acara tetap berlanjut, aku masih saja terdiam. Ello pun begitu,sampai ...
”Vey..aku mau ngomong sesuatu”kata Ello berubah serius.
”humm..ii..ya..ngo..mong a..pa?”jawabku gelagapan.
”Vey..aku mau minta maaf. Karena selama ini aku udah nyakitin kamu”. Aku tersentak. Rupanya itu yang ia ingin bicarakan. Air mataku menetes. Aku hanya tersenyum sedikit lalu mengalihkan pandangan. Aku nggak pingin Ello lihat aku menangis untuknya.
”...dengan pura-pura pacaran sama Shany”sambung Ello cepat.
Aku..lebih..KAGET !
”Jadi..selama ini ?”
”Kita hanya pura-pura pacaran di depan kalian semua biar Ello tahu gimana perasaan Arvey sebenarnya”ujar Shany keras sambil tertawa,”jadi Ello diterima nggak nih ?”
APA ?! jadi selama ini Ello juga punya perasaan yang sama kayak aku ?
”Kamu .. jahat... Ello..! jahatt..!”teriakku terpotong-potong sambil berusaha mengejar Ello yang udah kabur duluan.
”Eh..kalian kok malah kejar-kejaran sih ? Kue,nasi kuning segala macamnya gimana ? makan-makannya gimana ?”tanya Arland setengah berteriak.
”Kalian duluan aja !”teriak aku dan Ello serempak sambil tertawa. Bahkan aku menangis [lebay ya ?].
Humm..aku nggak nyangka semua bakal jadi kayak gini. Aku nggak mau mikir apa-apa dulu buat besok dan ke depannya. Aku nggak peduli. Siapapun kamu. Siapapun dia. Mau Edward Cullen sekalipun. Yang jelas aku udah sangat bahagia sekarang !


♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥

cerpen- "2 TOPENG TERSENYUM PADAMU"

2 Topeng Tersenyum Padamu
Oleh: M.P.Regina IXA/19

Lesung pipit Sekar Mutiara mulai mengembang ketika pembagian rapor semester akhir ini. Tentu saja, tanpa perlawanan berarti, dia tetap berkuasa di tahta puncak ranking paralel. Dan lagi-lagi aku jadi yang nomor dua. Meskipun begitu, di antara kami lebih kental aroma persahabatan daripada persaingan.
Tapi di balik semua itu, Sekar yang telah kukenal selama 1 tahun ini mengalami hidup yang sulit. Almarhum kedua orang tuanya tidak meninggalkan apapun bagi hidup anak-anaknya. Hanya utang yang menumpuk yang beliau tinggalkan untuk Sekar, dan 2 adiknya yang masih kecil. Sebenarnya Sekar amsih mempunyai seorang kakak laki-laki yang bernama Mas Didit. Tapi, semenjak memutuskan untuk mencari pekerjaan di luar kota 2 tahun yang lalu, Mas Didit tidak pernah kembali lagi. Tanpa kabar.
Sekar dan adik-adiknya hanya tinggal di gubug pemberian Bu Ayu, tetangga mereka yang baik hati. Hidup mereka benar-benar hanya bergantung pada belas kasihan orang lain. Itu yang membuat aku semakin mengagumi Sekar.
Pulang sekolah itu, aku kembali berjalan kaki-ria bersama Sekar. Tidak sepertinya, aku adalah anak yang cukup beruntung. Orang tuaku berkecukupan dan untuk sekolah, aku hanya memikirkan belajar.
Setiap subuh, Sekar sudah harus bangun untuk membantu Bu Ayu memasak sarapan dan gorengan untuk dijual. Lalu sepulang sekolah, ia membantu menjualkannya dengan berkeliling ke rumah-rumah dan toko-toko. Malamnya ia masih mengurusi 2 adik kembarnya -Galih dan Ratna- yang masih berumur 3,5 tahun. Baru hingga larut malam, ia baru bisa berkonsentrasi dengan pelajaran sekolah. Kadang, jika Bu Ayu mengalami untung cukup besar, beliau membayarakan juga sekolah Sekar. Tapi bila tidak, Sekar harus menunggak iuran. Untuk membayar iuran sekolah dan hutang orang tuanya, kadang ia asesoris lucu-lucu yang ia buat sendiri. Betapa haru aku melihatnya ketika ia tetap tegar ketika iuran sekolahnya sudah menunggak 4 bulan. Ia tetap Sekar yang aku kenal, yang selalu tersenyum walau perih hatinya.
Siang itu, sepulang sekolah.
”Kar, hari ini laku berapa bandonya?”tanyaku.
”Laku 5 Ras. Lumayan, dapat 15 ribu hari ini. Bisa buat beli obat panasnya Galih, biar enggak repotin Bu Ayu terus”jawabnya tersenyum senang.
”Lho, memang Galih sakit? Sudah lama?”
”Lumayan, sudah 4 hari panasnya tidak turun-turun. Tapi baru hari ini aku ada uang buat beli obat”ujar Sekar murung.
Aku terbelalak. Lalu ku rogoh kantong rok sekolahku. Ada selembar Rp10.000,00 di sana. “Ini buat kamu. Sisa jajan seminggu”aku tersenyum kecil.
“Lho, Laras. Apa-apaan nih? Ini kan uang buat kamu tabung kan, nggak usah Ras, makasih”
“Nggak apa-apa. Aku masih punya uang buat ditabung lagi kok. Beneran, lagian aku juga belum pernah beli bando kamu kan..hehehe”
“Oh, naaaah gitu dong. Halal namanya. Mau warna apa? Tinggal 4 nih, ada pink, biru, coklat sama kuning. Mau yang mana?”tawar Sekar.
“Aku mau yang cokelat aja. Berapa? Rp10.000,00 boleh?”
”Hahaha..ngawur, ini harganya cuma Rp3.000,00 kali. Hahahaha”
”Oh gitu ya, yaudah kembaliannya kamu ambil deh. Oke ya? Awas kalau bilang enggak mau”
”Dasar kamu, keras kepala banget. Yaudah, makasih banyak ya Laras”
”Iya, sama-sama. Aku pulang dulu ya Kar. Daah..hati-hati”ujarku ketika kami sudah hampir sampai di gang menuju rumahku. Rumah Sekar masih sekitar 300 meter ke arah Barat. Kami pun berpisah disitu.
qqqqqqqqq

Hari itu Sekar tidak masuk. 2 hari kemudian papan absen tetap terhias dengan nama Sekar yang berketerangan Alpa. Begitu seterusnya hingga 4 hari ketika akhirnya Ibu Guru mengumumkan bahwa tidak ada lagi Sekar Mutiara di SMP kami. Aku terkejut. Apa maksudnya?
Siang itu, dengan berjalan kaki aku menyempatkan diri ke rumah Sekar. Baru 2 kali aku ke sini. Lingkungan pemukiman kumuh yang Sekar tempati, kurang membuat aku nyaman. Tapi aku bulatkan tekad untuk mengunjungi Sekar hari ini, harus.
Aku berdiri di depan pintu dan terus mengetukinya, namun baru 10 menit kemudian, Sekar membukanya. Matanya menatapku lurus. Matanya yang selalu berwarna, kali ini tertutup oleh kelopak matanya yang bengkak. Ia habis menangis. Pasti sesuatu yang amat menyedihakn telah terjadi padanya.
Aku menuntunnya untuk duduk di kursi panjang depan gubugnya. Matanya masih meneteskan air mata. Aku bingung apalagi yang harus kuperbuat.
”Ceritakanlah apa yang pingin kamu ceritakan”kataku setelah akhirnya aku bosan membiarkannya terus menangis.
Sekar mengangkat wajahnya, ”Mas Didit...Mas Didit, dia udah enggak ada lagi Ras...”ujarnya lirih.
Aku lemas. Walaupun belum pernah sekalipun aku mengenal Mas Didit, tapi dari cerita Sekar, aku tau, Mas Didit adalah seorang kakak yang tidak pernah tergantikan. ”Tapi bagaimana...bisa?”
”Mas Didit..dia kecelakaan setahun yang lalu, ketika akan kembali kesini. Ketika ia ingin..menunjukkan gaji pertamanya sebagai pekerja konstruksi..Tapi dia..Baru minggu lalu aku mengetahui kabar itu..”jawab Sekar lunglai.
Aku membiarkannya untuk menangis di bahuku. ”Lalu, kenapa kamu tidak sekolah lagi?”tanyaku akhirnya.
Sekar mengelap matanya yang basah. Mata itu memancarkan kesedihan yang mendalam. ”Bu Ayu..sakit keras. Tidak mungkin aku merepotkan beliau lagi...setelah ini, aku akan fokus bantu Bu Ayu jualan..”
Aku hanya bisa memeluk Sekar dan mengelus kepalanya. Sekar masih berusaha melebarkan senyumnya padaku ketika air mataku mengalir turun. Saat itu, Sekar seperti seorang anak kecil yang kelaparan. Pasrah, dan yang terpenting, kejamnya hidup ini membuatnya tak bisa lagi bersekolah.
qqqqqqqqq

Aku sebenarnya ingin membantu Sekar berjualan sore itu, namun Ibuku sudah marah-marah di telepon karena aku tidak langsung pulang ke rumah, tanpa izin pula.
Sekar...dia orang pertama yang membuatku terkagum-kagum. Di usia yang baru 14 tahun, ia begitu tabah dalam melanjutkan hidupnya. Lalu, apa yang bisa aku perbuat untuknya? Tak lama, ide cemerlang melintas di otakku, dan Yes!
` ”Ayaaaah...”seruku sewaktu Ayahku pulang dari kantor.
”Ya, Ras..Ayah pulang”
”Ayah pasti capek kan? Mau Laras pijet? Atau mau Laras bikinin kopi?”
”Duh..Duhh..tumben banget anak Ayah sebegini rajinnya..pasti ada maunya deh, ayo ngaku”sahut Ayah sambil mengacak-acak rambutku.
”Hehe..Ayah tahu banget sih..Ayah, Laras pingin minta sesuatu dari Ayah. Boleh nggak Yah?”
”Apaan sih Ras? Kalau yang sifatnya konsumtif enggak lho Ras..”
”Iya betul..”sahut Ibuku tiba-tiba sudah duduk di samping Ayah.
”Enggak Yah..ini, Laras pingin minta Ayah dan Ibu..jadikan Sekar..anak asuh Ayah...”
Ayah mengernyitkan dahinya. ”Maksud Laras?”
Aku lalu menceritakan panjang lebar mengenai Sekar dan meyakinkan Ayah dan Ibu bahwa ia layak untuk bersekolah lagi. Juga kuceritakan tentang Bu Ayu, tetangga mereka yang baik hati dan terbaring lemah untuk sekarang ini.
Ayah tersenyum,”Kalau itu mau Laras, Ayah setuju. Ibumu juga pasti setuju. Ya kan Bu?”
”Tentu. Apalagi kamu kan anak tunggal, mereka bisa tinggal disini. Ibu pingin mengurusi Galih dan Ratna..Bu Ayu akan Ayah Ibu bantu nantinya. Semuanya bisa diurus.”jawab Ibu meyakinkan.
Aku memeluk erat mereka berdua dan tak hentinya mengucapkan terimakasih. Lalu aku masuk ke kamar dan membayangkan betapa senangnya Sekar mendengar hal itu. Ia bisa kembali bersekolah, dan adik-adiknya bisa terurus dengan baik. Aku sudah tidak sabar untuk menyambut Sekar, Galih dan Ratna di rumahku esoknya. Sebagai saudara angkat.
qqqqqqqqq

Sabtu, 16 Oktober 2010

Rahasia Papa -- (copas)

Bagi seorang yang sudah dewasa, yang sudah jauh dari orangtua, akan sering merasa kangen dengan mamanya. Bagaimana dengan papa?

Mungkin karena mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaan setiap hari.
Namun, tahukah Anda, jika ternyata papalah yang mengingatkan mama untuk meneleponmu?
Saat kecil, mamalah yang lebih sering mendongeng.
Namun, tahukah Anda bahwa sepulang papa bekerja dengan wajah lelah beliau selalu menanyakan apa yang Anda lakukan seharian.

Saat Anda sakit batuk/pilek, papa kadang membentak "Sudah dibilang! Jangan minum es!".
Namun, tahukah Anda bahwa papa khawatir?

Ketika Anda remaja, Anda menuntut untuk mendapat ijin keluar malam. Papa dengan tegas berkata "tidak boleh!"
Sadarkah Anda bahwa papa hanya ingin menjagamu? Karena bagi papa, Anda adalah sesuatu yang sangat berharga.

Saat Anda bisa lebih dipercaya, papapun melonggarkan peraturannya. Anda akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan papa adalah menunggu di ruang tamu dgn sangat khawatir.

Ketika Anda dewasa dan harus kuliah di kota lain. Papa harus melepasmu.
Tahukah Anda bahwa badan papa terasa kaku untuk memelukmu? Dan papa sangat ingin menangis.

Di saat Anda memerlukan ini-itu, untuk keperluan kuliahmu, papa hanya mengernyitkan dahi, tetapi tanpa menolak, beliau memenuhinya.

Saat Anda diwisuda. Papa adalah orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan untukmu. Papa akan tersenyum dan bangga.

Sampai ketika pasangan hidupmu datang untuk meminta ijin mengambilmu dari papa.
Papa akan sangat berhati-hati dalam memberi ijin. Dan akhirnya..

Saat papa melihatmu duduk di pelaminan bersama seseorang yang dianggapnya pantas, papapun tersenyum bahagia.

Apa Anda tahu,bahwa papa sempat pergi ke belakang dan menangis? Papa menangis karena papa sangat bahagia. Dan iapun berdoa "Ya Tuhan, tugasku telah selesai dgn baik.
Bahagiakan putra/i kecilku yang manis bersama pasangannya".

Setelah itu papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali dtg untuk menjenguk Dengan rambut yang memutih dan badan yang tak lagi kuat untuk menjagamu.

Rabu, 16 Juni 2010

perpisahan kami

rintik rintik hujan ini mengiringi kami
mengiringi derai tangis perpisahan kami
mengiringi akhir cerita kebersamaan kami


tapi hanya untukmu sayang sayangku
aku nggak akan pernah lupain semua, yang udah kita lalui bersama
4,5 tahun cukup lama bagi kita
mengenal pribadi kita masing2
indah, rasanya untuk dikenang

walau kita harus berpisah
semoga hati kita akan selalu bersama, menyatu
dalam cinta kasih kekeluargaan yang susah payah kita bangun

<3>
perpisahan kami
indah
aku sayang kalian, dan akupun tahu, kalian juga sayang aku
love ya all, see ya later,
kita hanya berpisah fisik tidaklah hati :)

Jumat, 04 Desember 2009

SEMESTER 1 mulai 5-11 des 2009

Ya Tuhan ..
semoga saya siapp menghadapi ulangan akhir semester 1 kali nii ..
tolong terangi hati dan pikiran saya,
sehingga saya dapat berkonsentrasi selama persiapan dan saat test .
dan hasil test saya kelak juga hasil yang telah saya peroleh dari keringat sendiri.
Hindari saya dari godaan" untuk bersikap curang,
sebaliknya semoga saya selalu berusaha untuk percaya padaMu ,
pada kemampuan saya sendiri

Terimakasih Tuhan,
kami selalu percaya padaMu

g krasa, jadi anak kelas 8 smp udah setengah taon !

cepett bangett euy !
ga siiap menjadi tuaa niii !
arrrggghhhh :((